Minggu, 10 April 2011

PERPAJAKAN KEL 7

PPh PASAL 25 DAN PPh FINAL
A.     PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 25
1.    Devinisi
Ketentuan pasal 25 Undang - Undang Pajak Penghasilan mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan.
Pembayaran Pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan :
a.      Wajib Pajak membayar sendiri ( PPh pasal 25).
b.      Melalui pemotongan /pemungutan oleh pihak ketiga (PPh pasal 21,22,23,dan 24).

2.    Cara Perhitungan Besarnya PPh Pasal 25
Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar oleh WP untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
a.      Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam pasal 22.
  1. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 24.
Setelah dilakukan pengurangan kemudian dibagi 12 (duabelas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Contoh:
Jumlah pajak penghasilan Tuan Dias yang
terutang sesuai dengan SPT Tahunan PPh 2005                                            Rp 30.000.000
Pada tahun 2005, telah dibayar dan dipotong atau dipungut:
PPh Pasal 21                                                                                        Rp   8.000.000
PPh pasal 22                                                                                               2.000.000
PPh Pasal 23                                                                                              2.000.000
PPh Pasal 25                                                                                             12.000.000
                                                                                                                        Rp 24.000.000
Kurang/lebih bayar (pasal 29) tahun 2005                                                     Rp   6.000.000
Besarnya angsuran PPh pasal 25 tahun 2006 adalah:
PPh yang terutang tahun 2006                                                                       Rp 30.000.000
Pengurang:
PPh Pasal 21                            Rp 8.000.000
 PPh pasal 22                                 2.000.000
PPh Pasal 23                                  2.000.000
                                                                                                                      (Rp 12.000.000)
Dasar Perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2006                                                Rp 18.000.000

Besaarnya PPh pasal 25 per bulan:
Rp 18.000.000/12 = Rp 1.500.000
Jadi Tuan Dias harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan pada tahun 2006 sebesar Rp 1.500.000.

3.    Beberapa Masalah/Kasus Untuk Menghitung Besarnya PPh Pasal 25
a.     Angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh
Besarnya angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sebesar angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu.
Contoh:
Tuan Dias menyampaikan SPT Tahunan PPh 2005 pada bulan Maret 2006. Angsuran PPh Pasal 25 pada bulan Desember 2005 adalah Rp 1.500.000. Maka  besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Januari dan Februari 2006 masing-masing Rp. 1.500.000.
Jadi, Tuan dias harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 pada bulan Januari dan Februari 2006 masing-masing adalah sebesar Rp. 1.500.000.

b.     Apabila dalam tahun berjalan, diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk tahun pajak yang lalu maka angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Contoh:
Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahuan Pajak Pengahasilan tahun pajak 2001 yang disampikan WP dalam bulan Maret 2002, perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sebesar Rp 1.250.000. Dalam bulan Juni 2002 diterbitkan Surat Ketetapan Pajak tahun 2001 yang menghasilkan besarnya angsiran pajak setiap bulan Rp 2.000.000. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, maka besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli 2002 adalah sebesar Rp 2.000.000. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut bisa sama, lebih besar atau lebih kecil dan angsuran pajak sebelumnya berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahuan (SPT). 

4.    Hal-Hal Tertentu Untuk Perhitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25
Dirjen Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:
a.      Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian.
  1. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur.
  2. SPT PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan.
  3. WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT PPh.
  4. WP membetulkan sendiri SPT PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.
  5. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP.

Contoh:
1.      Penghasilan PT Dira tahun 2005 adalah sebesar Rp 150.000.000. sisa kerugian tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan adalah sebesar Rp 200.000.000. sisa kerugian yang belum dikompensasikan tahun 2005 sebesar Rp 50.000.000.
Pada tahun 2005 PPh yang dipotong atau dipungut pihak lain adalah sebesar Rp 3.250.000, dan tidak ada pajak yang dibayar atau terutang diluar negeri.

                        Perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2006:
Penghasilan yang dipakai sebagai dasar perhitungan angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar Rp 150.000.000 – Rp 50.000.000 = Rp 100.000.000.
PPh terutang
                        5% x Rp 50.000.000   =                       Rp 2.500.000
                        15% x Rp 50.000.000 =                       Rp 7.500.000

2.      Pada tahun 2005, Abas memperoleh penghasilan teratur sebesar Rp 12.000.000. Penghasilan tidak teratur Abas sejak tahun 2005 adalah sebesar Rp 8.000.000.
Penghasilan yang dipakai sebagai dasar perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 tahun 2006 Abas adalah hanya dari penghasilan teratur saja sebesar Rp 12.000.000.

3.      PT Luwes yang bergerak dibidang konveksi dalam tahun 2006 membayar angsuran bulanan sebesar Rp 18.000.000. Pada bulan Juli 2006 pabrik milik PT Luwes terbakar. Oleh karena itu, berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak mulai bulan Agustus 2006 dapat disesuaikan menjadi lebih kecil  daripada Rp 18.000.000.

4.      PT Trendy yang bergerak dibidang konveksi dalam tahun 2006 membayar angsuran bulanan sebesar Rp 18.000.000. Mulai bulan Mei 2006 PT Trendy mengalami peningkkatan penjualanyang sangat besar dan diperkirakan PKP-nya akan lebih besar dibanding tahun sebelumnya. Oleh karena itu, berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak mulai bulan Agustus 2006 dapat disesuaikan menjadi lebih besar daripada Rp 18.000.000.

5.    Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Baru, Bank, BUMN, BUMD, dan WP Tertentu lainnya
Berdasarkan UU PPh pasal 25 ayat (7) perhitungan PPh pasal 25 bagi WP Baru, Bank, BUMN, BUMD dan WP tertentu lainnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
a.      Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Baru
ü  Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi WP baru dihitung berdasar jumlah pajak yang diperoleh dari penerapan tarif umum atas penghasilan netto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12.
ü  Penghasilan netto dihitung berdasarkan pembukuan (dalam hal wajib pajak wajib melaksanakan pembukuan) atau berdasarkan norma perhitungan (dalam hal wajib pajak tidak wajib melaksanakan pembukuan / melaksanakan pembukuan tetapi tidak diketahui penghasilan netto).
ü  Untuk wajib pajak orang pribadi, penghasilan nettonya dikurangi PTKP terlebih dahulu.

Contoh:
1.      PT Almond, perusahaan yang baru berdiri terdaftar sebagai Wajib Pajak pada awal bulan Juni 2006. Selama bulan Juni penjualan PT Almond sebesar Rp 10.000.000 dan biaya-biaya yang tersedia adalah sebesar Rp 6.000.000.

Perhitungan PPh Pasal 25 untuk masa Juni 2006 adalah:
Penjualan                                                                                     Rp 10.000.000
Biaya                                                                                             Rp    6.000.000
Penghasilan netto sebulan                                                           Rp    4.000.000
Penghasilan netto disetahunkan
(12 x Rp 4.000.000)                                                                      Rp 48.000.000

PPh Pasal 25 terutang:
5% x Rp 48.000.000 = Rp 2.400.000
PPh Pasal 25 bulan Juni:
Rp 2.400.000 / 12 = Rp 200.000

2.      Setiawan mulai usaha bengkel 3 Februari 2006, penerimaan bruto bulan Februari 2006 Rp 40.000.000. Prosentase Normal Perhitungan misalnya untuk usaha bengkel motor 22,5% Setiawan kawin dan mempunyai 2 anak.

Perhitungan PPh Pasal 25:
Penghasilan Netto bulan Februari
(22,5% x Rp 40.000.000)                                      Rp 9.000.000
Penghasilan Netto setahun
12 x Rp 9.000.000                                                                        Rp 108.000.000
PTKP                                                                                             (Rp  19.800.000)
Penghasilan Kena Pajak                                                               Rp  88.200.000
PPh Pasal 25 terutang:
     5% x Rp 50.000.000   =                                   Rp 2.500.000
     15% x Rp 38.200.000 =                                   Rp 5.730.000
                                                                             Rp 8.230.000
PPh Pasal 25 bulan Februari:
     Rp 8.230.000 / 12 = Rp 685.333.

b.      Besarnya angsuran PPh pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau finansial lease dengan hak opsi adalah sebesar jumlah pajak penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh pasal 24 yang dibayar atau terutang diluar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12.

Contoh:
PT Bank Dara Sejahtera berdiri 1 April 2006. Dalam laporan tirwulan April sampai dengan Juni 2006 menunjukkan penghasilan netto Rp 25.000.000.
Perhitungan PPh Pasal 25 untuk bulan April, Mei dan Juni 2006 adalah:
Penghasilan netto triwulan                                                          Rp   25.000.000
Penghasilan netto disetahunkan
(4 x Rp 25.000.000)                                                                      Rp 100.000.000
PPh Pasal 25 terutang:
     5% x Rp 50.000.000      =                                Rp    2.500.000
     15% x x Rp 50.000.000 =                                 Rp    7.500.000
                                                                             Rp  10.000.000
PPh Pasal 25 bulan April. Mei dan Juni:
     Rp 10.000.000 : 12 = Rp 833.333

c.       Besarnya angsuran PPh pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau sewa guna usaha dengan hak opsi (finansial lease) yang merupakan WP baru maka besarnya angsuran PPh pasal 25 untuk triwulan pertama adalah jumlah pajak yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas perkiraan laba rugi fiskal triwulan pertama yang disetahunkan, dibagi 12.

d.      Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi WP Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu ditetapkan 2% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan.
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah WP yang melakukan kegiatan usaha dibidang perdagangan grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melalui tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar di beberapa lokasi, tidak termasukl kendaraan bermotor dan restoran.

e.      Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi BUMN dan BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun kecuali Wajib Pajak Bank dan Wajib Pajak Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan oleh RUPS dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri pada tahun pajak yang lalu, dibagi 12.
Apabila RKAP belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan adalah sama dengan angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya.
Apabila ada sisa kerugian yang masih dapat dikompensasikan, maka dasar penghitungan PPh Pasal 25 adalah Pajak Penghasilan yang terutang atas PKP yang dihitung dari penghasilan neto menurut RKAP setelah dikurangi dengan jumlah sisa kerugian yang belum dikompensasikan tersebut.

Contoh:
PT Jogja Bangkit adalah sebuah BUMD dibawah Pemerintah Kota Yogyakarta, menyusun RKAP Tahun 2006 dengan penghasilan netto sebesar Rp 12.000.000.000. Kredit Pajak (PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24yang dapat dikreditkan) Tahun 2006 berjumlah Rp 100.000.000.
Perhitungan PPh Pasal 25 untuk tahun 2006 adalah:
Penghasilan netto                                                                                    Rp 1.000.000.000
PPh Pasal 25 terutang:
            5% x Rp 50.000.000     =                                 Rp     2.500.000
            15% x Rp 200.000.000 =                                 Rp   30.000.000
25% x Rp 750.000.000 =                                 Rp 187.500.000
                                                                                                                        Rp    220.000.000
Kredit Pajak (PPh Pasal 22, 23, dan 24)                                                  (Rp      42.500.000)
PPh yang dibayar sendiri                                                                           Rp   177.500.000
PPh pasal 25 masa:
Rp 177.500 : 12 = Rp 14.791.666

B.   PAJAK PENGHASILAN (PPh) FINAL
1.    Devinisi
Pajak atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak, dimana pemotongan pajak tersebut tidak perlu lagi diperhitungkan dalam penghitungan PPh terutang dalam perhitungan PPh yang harus dibayar dalam SPT. Atau dengan kata lain, Pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu bahwa setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan  jenis penghasilan lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final.

2.    Karakteristik PPh Final
a.      Penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak perlu digabungkan dengan penghasilan lain (yang non final) dalam penghitungan Pajak Penghasilan pada SPT Tahunan.
b.      Jumlah PPh Final yang telah dibayar sendiri atau dipotong pihak lain sehubungan dengan penghasilan tersebut tidak dapat dikreditkan.
c.       Biaya-biaya yang digunakan untuk menghasilkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang pengenaan PPh-nya bersifat final tidak dapat dikurangkan.

3.    Objek PPh Bersifat Final
a.      Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
  1. Penghasilan berupa hadiah undian.
  2. Penghasilan  dari  transaksi  saham  dan  sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
  3. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.
  4. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

4.    Tarif PPh Final
a.     Pajak Penghasilan Final Atas Penghasilan Berupa Bunga Deposito Dan Diskonto Sertifikat Bank Indonesia
Pengenaan pajak penghasilan final atas penghasilan berupa bunga deposito dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 131 tahun 2000. Menurut PP No. 131 tahun 2000, atas penghasilan berupa bunga yang berasal dari deposito atau tabungan serta diskonto SBI yang diterima oleh WP dalam negeri dan BUT dikenakan PPh yang bersifat final. Besarnya PPh yang dipotong adalah 20% dari jumlah bruto.


Text Box: PPh (Final) = 20% x Bruto
 



Sedangkan bagi WP luar negeri selain BUT, besarnya PPh yang dipotong adalah 20% dari jumlah bruto atau tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku.
Potongan PPh ini tidak dilakukan terhadap:
ü  Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
ü  Bunga deposito dan tabungan serta SBI, sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta SBI tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000 dan bukan merupakan jumlah yang terpecah-pecah.
ü  Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
ü  Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.

b.     Pajak Penghasilan Final Atas Penghasilan Berupa Bunga Atau Diskonto Obligasi Yang Dijual Di Bursa Efek
Pengenaan pajak penghasilan final atas penghasilan berupa bunga atau diskonto obligasi yang dijual di bursa efek diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2002. Menurut PP No. 6 tahun 2002, atas penghasilan yang diterima WP berupa bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan di bursa efek dikenakan PPh yang bersifat final. Besarnya PPh tersebut adalah:

a.      Atas bunga obligasi dengan kupon (interest bearing bond) sebesar:
ü  15% bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT,
ü  20% atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi WP penduduk/berkedudukan diluar negeri.
dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan (holding period) obligasi.

b.      Atas diskonto obligasi dengan kupon sebesar:
ü  15% bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT,
ü  20% atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi WP penduduk/berkedudukan diluar negeri.
dari selisih harga jual obligasi atau nilai nominal diatas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan (accrued interes).

c.       Atas diskoto obligasi tanpa bunga (zero coupon bond) sebesar:
ü  15% bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT,
ü  20% atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi WP penduduk/berkedudukan diluar negeri. Dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi.
dari selisih harga jual atau nominal diatas harga perolehan obligasi.

Pemotong PPh Final dilakukan oleh:
ü  Penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas bunga dan/atau diskonto yang diterima pemegang Obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo Bunga Obligasi, dan Diskonto yang diterima pemegang Obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo Obligasi.
ü  Perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau pembeli, atas bunga dan diskonto yang diterima penjual Obligasi pada saat transaksi.

c.      Pajak Penghasilan Final Atas Penghasilan Berupa Sewa Tanah Dan/Atau Bangunan
pengenaan pajak penghasilan final penghasilan berupa sewa tanah dan/atau bangunan diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2002. Menurut ketentuan tersebut penghasilan berupa sewa tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh yang bersifat final. Besarnya PPh yang dipotong adalah sebesar 10% baik atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak badan maupun orang pribadi dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.


Text Box: PPh (Final) = 10% x Bruto
 



Contoh:
PT ABC menyewa sebuah ruko dari Tuan Wibawa untuk dijadikan kantor dengan nilai sewa sebesar Rp 40.000.000.
PPh yang dipotong adalah:
            10% x Rp 40.000.000 = Rp 4.000.000.

d.     Pajak Penghasilan Final Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan
Wajib Pajak orang pribadi dan yayasan atau organisasi yang sejenis yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib membayar PPh Final sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan.


Text Box: PPh (Final) = 5% x Bruto
 



Ø Subjek Pajak
ü  Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas sendiri, Pajak Penghasilan yan terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang tanah dan/atau bangunan,wajib membayar.
ü  Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan apabila kepadanya dibuktikan oleh orang pribadi atau badan telah dipenuhi dengan menyerahkan fotocopy Surat Setoran Pajak yang bersangkutan dengan menunjukkan aslinya.
ü  Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai penerbitan akta, keputusan, perjanjian, kesepatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenag adalah Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah, Camat, Pejabat Lelang, atau pejabat lain yang diberi wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ø Objek Pajak
ü  Penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah.
ü  Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna melaksanakan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.
ü  Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna melaksanakan pembangunan untuk pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.

Ø Pengecualian
Pengecualian PPh final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan:
ü  Orang pribadi yang mempunyai penghasilan dibawah PTKP yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp 60.000.000 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
ü  Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
ü  Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarahdalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang peraturannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
ü  Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
ü  Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.
ü  Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak.

e.    Pajak Penghasilan Final Atas Usaha Jasa Konstruksi
Pengenaan pajak penghasilan final atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan jasa konsultan diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 140 Tahun 2000. Menurut PP No. 140 tahun 2000, atas penghasilan Wajib Pajak yang bergerak dibidang:
ü  Jasa pelaksanaan konstruksi.
ü  Jasa perencanaan konstruksi.
ü  Jasa pengawasan konstruksi.
yang memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, serta mempunyai nilai pengadaan sampai dengan Rp 1.000.000.000, dikenakan PPh yang bersifat final.
Besarnya PPh yang dipotong adalah:
a.      Atas imbalan jasa pelaksanaan konstruksi adalah 2% dari jumlah imbalan bruto.


Text Box: PPh (Final) = 2% x Bruto
 




b.      Atas imbalan jasa perencanaan konstruksi adalah 4% dari jumlah imbalan bruto.


Text Box: PPh (Final) = 4% x Bruto
 



c.       Atas imbalan jasa pengawasan konstruksi adalah 4% dari jumlah imbalan bruto.


Text Box: PPh (Final) = 4% x Bruto
 



Pajak dipotong oleh pengguna jasa atau disetor sendiri oleh wajib pajak penyedia jasa.

f.      Pajak Penghasilan Final Atas Hadiah Undian
pengenaan pajak penghasilan final atas penghasilan berupa hadiah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 132 Tahun 2000. Munurut ketentuan peraturan tersebut penghasilan berupa undian dengan nama dan dalam bentuk apapun dipotong atau dipungut Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya PPh yang wajib dipotong atau dipungut adalah sebesar 25% dari jumlah bruto hadiah undian.


Text Box: PPh (Final) = 4% x Bruto
 



Contoh:
PT Dipta dalam rangka mempromosikan produk barunya menyelenggarakan undian dengan hadiah berupa uang tunai senilai Rp 100.000.000.
PPh yang dipotong adalah:
25% x Rp 100.000.000 = Rp 25.000.000.

Atas hadiah atau penghargaan perlombaan, penghargaan, dan hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya dikenakan Pajak Penghasilan dengan ketentuan sebagai berikut :
ü  Dalam hal penerima penghasilan adalah orang pribadi Wajib Pajak dalam negeri, dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar tarif Pasal 17 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 dari jumlah penghasilan bruto.
ü  Dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib Pajak luar negeri selain BUT, dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto dengan memperhatikan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku.
ü  Dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib Pajak badan termasuk BUT, dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah penghasilan bruto.
ü  Tidak termasuk dalam pengertian hadiah dan penghargaan yang dikenakan Pajak Penghasilan adalah hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi dan hadiah tersebut diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar